Jumat, 05 November 2010

Inovasi Teknologi Ternak Kerbau Untuk Kecukupan Daging 2014


Perkembangan ternak kerbau di Indonesia relatif rendah dibandingkan dengan perkembangan ternak yang lainnya. Faktor – faktor yang menghambat perkembangan ternak kerbau di indonesia adalah pemeliharaan yang masih bersifat eksentif, usaha sambilan, tingkat pertumbuhan yang lambat dan efesiensi produksinya yang rendah. Untuk itu, peningkatan mutu ternak kerbau harus lebih di tingkatkan.
Peranan utama kerbau di Indonesia adalah sebagai pembajak sawah dan sebagai simpanan peteni jika pada suatu saat ada keperluan mendadak. Tetapi di daerah Tanah Toraja Sulawesi selatan, kerbau digunakan pada upacara kematian ( rambu solo). Semakin banyak kerbau yang dipotong untuk upacara tersebut maka tingkat sosial kelurga tersebut lebih tinggi.
Manajemen mutu dan peningkatan populasi kerbau merupakan jawaban mengapa ternak kerbau di Indonesia lebih kecil. Memanajemen mutu dapat meningkatkan kualitas kerbau. Semakin bagus mutu kerbau, maka permintaan daging kerbau akan lebih tinggi. Sementara itu peningkatan populasi kerbau yang masih rendah dapat memicu pertumbuhan ternak kerbau. Peningkatan populasi kerbau dapat dilakukan dengan pemberian bantuan ke daerah – daerah yang sebetulnya dapat meningkatkan populasi kerbau. Daerah – daerah yang mempunyai persediaan ruput banyak bisa dijadikan sasaran peningkatan populasi.
Produk olahan daging kerbau masih kurang diminati pasaran. Rendahya minat tersebut karena produk olahan daging kerbau masih monotone. Rumah makan dan restauran lebih memilih daging sapi daripada daging kerbau untuk menjadikan olahan makanan. Rendahnya minat konsumen terhadap permintaan daging kerbau juga berpengaruh dalam pemasaran produk olahan daging kerbau. Mahalnya daging kerbau merupakan faktor utama tidak tertariknya konsumen. Daging yang keras / alot juga mempengaruhi permintaan. Konsumen lebih memilih daging sapi dan daging unggas sebagai kebutuhan protein hewani mereka.
Ternak kerbau mempunyai kesanggupan memanfaatkan rumput yang kualitas lebih rendah. Protein hewani kerbau juga tidak kalah dengan sapi. Daging kerbau mempunyai kandungan protein 20 – 30 %, sedangkan daging sapi mempunyai kandungan protein 19 – 20 %. Kerbau juga salah satu alternatif yang di andalkan untuk memenuhi permintaan daging yang semakin meningkat. Oleh karena itu, berternak kerbau merupakan bisnis yang sangat menjanjikan. Penyuluhan – penyuluhan mengenai ternak kerbau perlu di optimalkan. Penyuluhan tersebut bertujuan supaya masyarakat mengerti tentang bisnis ternak kerbau sangat menjanjikan. Kelompok ternak kerbau yang sangat jarang ada di Indonesia dapat dijadikan sasaran tempat penyuluhan. Perekrutan anggota baru pada kelompok – kelompok ternak, pemberian bantuan, penyuluhan, dan banyaknya tenaga ahli yang turun kelapangan, serta tim kesehatan hewan yang profesional dapat menumbuhkan semangat para peternak
http://ahmadshantosi.wordpress.com/2010/03/09/perkembangan-ternak-kerbau
            Jika memang ingin mewujudkan swasembada daging, tentunya pemerintah seharusnya terus intensif meningkatkan populasi ternak di kalangan peternak. Perlu mensinkronkan antara kebijakan yang bersifat teknis dan non-teknis. Perlu dilakukan terobosan-terobosan konkrit dan dukungan fasilitas yang menggairahkan usaha peternakan nasional.
Dukungan fasilitas yang harus ada di antaranya pendirian Pusat Kesehatan Hewan (Puskeswan) hingga tingkat kecamatan, pembentukan, dan pengaktifan kembali kelompok- kelompok tani ternak sebagai wadah komunikasi antarpeternak serta tenaga penyuluh yang memadai di daerah-daerah untuk membantu mengarahkan para peternak dalam usaha budidaya peternakan. Hal ini dikarenakan peternakan di daerah masih banyak yang sulit mengakses informasi.
Di samping itu, pemerintah juga harus mampu menyediakan bibit unggul yang terjangkau melalui Inseminasi Buatan (IB), transfer embrio (TE), dan penanganan kesehatan reproduksi. Menurut Direktur Budidaya Ternak Ruminansia dari Dirjen Deptan (2008), di Indonesia tingkat kelahiran ternak sapi induk relatif masih sangat kecil, sekitar 15,8 persen dari 3,1 juta ekor sapi induk yang ada.
Hal lain yang cenderung menjadi kendala utama antara lain faktor permodalan. Pemberian kredit modal tanpa bunga bagi peternak cukup membantu. Perlu diingat, bahwa tidak tumbuhnya usaha budi daya peternakan selain disebabkan lambatnya perputaran modal dan biaya oprasional yang besar juga oleh bunga bank yang terlalu besar. Apabila upayaupaya yang efektif dan efisien tidak dilakukan, selamanya kita akan impor.
Hal lain yang perlu diingat bahwa swasembada daging tidak hanya terkait dengan ternak sapi. Esensinya, ke depan upaya peningkatan populasi dan produksi daging nasional juga menyangkut berbagai jenis ternak lain di antaranya kerbau, kambing, domba, unggas dan kelinci. Semua jenis ternak ini juga bagian dari sub sektor peternakan yang harus dibudidayakan dan dikembangkan secara intensif.
Untuk pijakan keberhasilan program swasembada daging 2010 perlu dibentuk tim independen dalam melakukan monitoring dan evaluasi secara berkala dalam upaya mencapai keberhasilan program keberlanjutan. Program swasembada daging baik sapi maupun ternak lainnya harus didukung dengan program perbibitan dan pengendalian penyakit yang dilakukan secara konsisten. Transfer embrio (TE) atau alih janin sebagai generasi kedua bioteknologi reproduksi yang mampu meningkatkan populasi dan mutu genetik ternak secara cepat dan efisien harus terus diintensifkan seperti halnya inseminasi buatan (IB).
Tanggung jawab bersam Program kecukupan daging memang dicanangkan oleh pemerintah pada tahun 2005 lalu. Namun demikian, program ini seharusnya bukan hanya tanggung jawab salah satu pihak dalam hal ini pemerintah saja, tetapi sudah menyangkut kepentingan dan tanggung jawab bersama. Oleh karena itu, untuk mewujudkan program swasembada daging secara nasional diperlukan adanya tindakan serius bersama antara pemerintah pusat dan daerah baik lintas sub sektor maupun departemen, dan tentunya dukungan dari berbagai elemen seperti peternak, swasta, asosiasi, serta perguruan tinggi sebagai pihak independen, monitoring dan inovasi aplikasi teknologi tepat guna. Dengan dukungan semua pihak terkait diharapkan program kecukupan daging berikutnya bukan sekadar impian belaka tetapi benar-benar bisa dan mampu merealisasikannya.
Dedy Winarto SPt
Mhs S2 Beasiswa Unggulan Depdiknas,
Program Studi Magister Ilmu Ternak Undip
Admin by Dedy,S.Pt
@ Juni 2009
               
Inseminasi Buatan merupakan salah satu teknik reka yasa dibidang reproduksi, penerapan yang umum terutama pada hewan mammalia. Inseminasi buatan sendiri berarti teknik memasukkan semen ke dalam organ reproduksi betina dengan bantuan suatu alat yang dilakukan oleh manusia. Dahulu inseminasi buatan pertama kali diterapkan menggunakan semen cair, namun seiring dengan perkembangan ilmu dan teknologi maka berlanjut ke penggunaan semen beku, bahkan sampai saat ini dengan inseminasi buatan dapat menentukan jenis kelamin anak yang diinginkan yang kita kenal dengan istilah semen sexing meskipun  keberhasilan penentuan jenis kelamin  saat ini masih bervariasi.
Indikasi perubahan genetik sudah mulai kita rasakan. Apabila dahulu ternak-ternak murni lokal kita masih banyak populasinya dengan mutu genetis yang masih murni, maka permasalahan seputar gangguan reproduksi masih relatif sedikit sehingga pelaksanaan kawin IB keberhasilannya cukup baik. Berbeda dengan kenyataan saat sekarang ini dimana jumlah ternak lokal semakin menipis dan ternak persilangan semakin banyak. Hal ini diikuti dengan semakin banyaknya permasalahan gangguan reproduksi yang muncul, dari banyaknya kasus kawin berulang, kelainan organ reproduksi, kasus silent heat,
Jika hal ini terus dibiarkan maka terjadinya peningkatan nilai service per conception. Angka service per conception menggambarkan jumlah kawin suntik yang dibutuhkan untuk menghasilkan satu kali kebuntingan. Dengan peningkatan service per conception maka berarti memperbesar biaya pemeliharaan betina sehingga menjadi kurang efisien. Lebih jauh akibat yang dirasakan jumlah betina produktif akan semakin sedikit. Maka dengan teknik IB menggunakan semen beku sexing, kita dapat menentukan jenis kelamin anak keturunannya. Dengan arah pengembangan semen sexing jantan.
Urea Molases Multinutrient Block (UMMB)
Urea Molases Multinutrient Block (UMMB) dimaksudkan untuk pakan pelengkap terutama untuk ternak ruminansia, seperti sapi, kerbau, kambing, domba dan rusa.  Pemberian UMMB merupakan salah satu alternatif untuk memenuhi kekurangan kualitas pakan pada saat hijauan segar sebagai pakan pokok susah didapat, terutama di musim kemarau. Selain itu, UMMB merupakan salah satu upaya untuk memenuhi kekurangan nutrisi ternak yang tidak mencukupi jika hanya mengandalkan pakan hijauan. Oleh karena itu, pembuatan pakan tambahan harus memperhatikan kualitas dari komposisi bahan yang digunakan agar pakan tambahan yang dihasilkan nantinya betul-betul dapat bermanfaat untuk meningkatkan produktifitas ternak.
Pakan basah dan konsentrat yang disimpan terlalu lama dan sudah basi  telah kehilangan atau kekurangan kandungan nutrisinya, sehingga dapat mengakibatkan intoksikasi disamping dapat menyebabkan timbulnya suatu  penyakit. Penggunaan UMMB dirasa oleh peternak sangat tepat, karena disamping mudah dalam pembuatan-nya, penyimpanannya pun bisa relatif lebih lama.
Cara pembuatan  (UMMB) dengan total komposisi 500 Gram dengan bahan-bahan sbb :
a.  Mollases/Tetes  Tebu
b.  Urea
c.  Bekatul
d.  Pollard
e.  Tepung daun
f.  Onggok
g.  Kulit Kopi
h. Tepung Kapur
i.  Garam
j.  Mineral Campu
Alat yang digunakan  :
     1. Timbangan, Plastik, Wadah tempat pencampuran
     2. Pencetak/ pipi paralon dan stik untuk memadatkan

Langkah kerja    :
1. Timbang bahan-bahan dengan komposisi sbb:
  a. Mollases/Tetes20%              =  100 Gr
  b. Urea 5%                              =     25 Gr
  c. Bekatul 20%                        = 100 Gr
  d. Pollard 15%                        =  75 Gr
  e. Tepung daun 8 %               =  40 Gr
  f. Onggok 20%                      = 100 Gr
  g. Kulit Kopi 2 %                   =     10 Gr
  h. Tepung Kapur 2%              = 10 Gr
  i. Garam 2%                          =  10 Gr
  j. Mineral Campur 3%             =  15 Gr
  k. Penambahan 30 %             = 150 Gr
Total Komposisi 100%             = 500 Gr

2. Semua bahan dicampur dan diaduk homogen
3. Bahan di panaskan selama ±10 menit dengan panas ± 100 C
4. Cetak dengan pencetak dan padatkan
5. Lakukan Pengemasan
6. Setelah mengeras, siap di berikan pada ternak.

Manfaat UMMB :
Bagi ternak ruminansia, pemberian UMMB dapat memberikan beberapa manfaat diantaranya       
  1. perbaikan kinerja reproduksi,     
  2.  memperbaiki nilai gizi ternak,      
  3. mengurangi defisiensi unsur mikro baik mineral, vitamin, asam amino maupun protein by      pass, 
  4.  meningkatkan efisiensi pencernaan pakan dalam lambung ternak ruminansia, dan
  5.  meningkatkan produksi.

manfaatnya pemberian UMMB Bagi peternak:
  (a) Perbaikan pendapatan peternak, 
  (b) Menumbuhkan swadaya masyarakat dalam usaha peternakan (pengadaan pakan pokok dan 
        suplemen),
  (c) Meningkatkan kemampuan inovasi peternak dalam mengembangkan peralatan   pembuatan 
       pakan suplemen, dan
 (d) Mendorong berkembangnya kegiatan usaha baru dalam memproduksi UMMB.

Perubahan Susunan Ransum  :
Perubahan susunan ransum harus dilakukan secara bertahap dalam kurun waktu tertentu yakni antara empat sampai tujuh hari. Perlakuan ini bertujuan agar ternak secara fisiologis dapat menyesuaikan diri dengan sedikit perubahan tambahan pakan yang terjadi. Perubahan yang mendadak dapat menimbulkan stress pada ternak, kembung perut atau BLOAT yang bisa berakibat fatal pada ternak tersebut. Pemberian UMMB dilakukan sedikit demi sedikit sampai ternak betul-betul merasa menyukainya. Dampak positif dari pemberian makanan suplemen pada ternak ruminansia akan meningkatkan kesehatan bagi ternak dan tentu saja menambah penghasilan bagi pemiliknya. (Disarikan dari berbagai sumber oleh Susanto, uploader @sari)

SUMBER : http://kalsel.litbang.deptan.go.id
Pemanfaatan Inovasi Teknologi
Inovasi teknologi yang dimanfaatkan dalam pencapaian swasembada daging adalah teknologi yang terkait dengan pengelolaan pakan, budi daya ternak termasuk aspek veteriner, serta didukung dengan penkembangan sistem kelembagaan. Teknologi dan manajemen dalam penggunaan sumber pakan lokal meliputi peningkatan kualitas jerami melalui omoniasi dan fermentasi dengan menggunakan probiotik, penyimpanan pakan, pemberian pakan tambahan yang murah, serta cara pemberian pakan yang ekonomis.
Manajemen pemeliharaan kerbau yang system ekstensis dalam pencapaian swasembada daging memungkinkan peternak dapat memelihara kerbau 20-30 ekor secara mudah dan efisien sehingga tidak banyak menyita penggunaan tenaga.
Kunci utamanya adalah:
1.       kandang tidak perlu dibersihkan setiap hari, tetapi dalam selang 3-4 minggu sekali;
2.       peternak tidak perlu membuang waktu untuk mencari rumput karena memiliki stok pakan yang berasal dari limbah tanaman
3.       perawatan ternak secara keseluruhan lebih mudah.

Pemeliharaan ternak secara dikandangkan memungkinkan aplikasi teknologi lain termasuk bioteknologi. Untuk menetapkan teknologi yang akan dipilih untuk dikembangkan, perlu diingat bahwa teknologi tersebut harus memenuhi syarat yaitu mempertimbangkan aspek keberlanjutan (sustainable), ramah lingkungan (environmentally tolerable), secara sosial diterima masyarakat (socially acceptable), secara ekonomi layak (economically feasible), dan secara politis diterima (politically desirable). Dengan demikian, dari sederetan bioteknologi yang sudah tersedia, saat ini mungkin hanya beberapa teknologi yang layak diterapkan untuk usaha.
Apabila pemeliharaan kerbau ditujukan untuk peningkatan mutu genetik maka teknologi yang direkomendasikan adalah yang sederhana dan mudah. identifikasi merupakan prasyarat untuk menilai keberhasilan pelaksanaan program, yang selanjutnya diikuti dengan pencatatan. Dalam memilih pejantan yang akan digunakan dalam program persilangan, beberapa parameter dan ukuran linier yang dapat dipertimbangkan adalah:
1.       kecepatan pertambahan bobot badan yang harus di atas rata-rata;
 2.    lingkar skrotum minimal mendekati rata-rata (Diwyanto 1992b);
 3.    ukuran pelvis di atas ukuran   ratarata (Diwyanto 1992a);
    4.   serta bobot sapihan terkoreksi dan bobot yearling di atas rata-rata.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar