Minggu, 07 November 2010

GAMBARAN SOAL TERNAK LOKAL

1.         Tuliskan pengertian istilah dibawah ini
a.       Ternak local
b.      Konservasi ternak secra eksitu dan insitu
2.         Jelaskan langkah2 yang harus dipertimbangkan /dilakukan bila saudara akan membangun suatu desa/kecamatan di kabupaten pesisir selatan  menjadi kawasan konservasi /pelesterian dan pemurnian ternak sapi persisir?
3.         Kenapa ternak local (sapi, kerbau, kambing, dan domba) perlu di lesterikan kemurnian dan ditingkatkan pruduktifitas (populasi  dan produksi daging per individu)nya?
4.         Apa saran/ide saudara (dari aspek breeding, menajamen, dan nutrisi /pakan) utuk menjaga kemurnian dan meningkatkan produktifitas (populasi dan produksi  daging per individu) ternak sapi pesisir?   

Sabtu, 06 November 2010

Simbol Comment “Chat” di Facebook

BAGI YANG BELUM KETEMU YANG DICARI SILAHKAN LIHAT DI KOMENTAR(BAWAH) :) BANYAK SIMBOL-SIMBOL TAMBAHAN DI SANA
Nih ada yang nanya2 dan nyari2 juga ke situs ini tentang simbol comment di facebook. Berikut saya listkan kode smilies dari Facebook. Semoga bermanfaat:
NameCodePreview
Smile / Happy / Senyum:) or :-)Smile
Big Smile / Really Happy / Nyengir:D or :-DBig Smile
Wink / Ngedip;) or ;-)Wink
Happy Eyes / Senang^_^Happy Eyes
Laughing eyes / Ketawa mata ilang>:oLaughing eyes
Cat Smile / Ketawa kayak kucing:3Cat Smile
Grumpy / Angry / Marah>:-(Grumpy
Sad / Sedih:( or :-(Sad
Cry / Menangis:’(Crying
Shocked / Kaget:o or :-oShocked
Glasses / Kacamata8) or 8-)Kacamata
Cool / Gaya8-|Cool
Rude / Pout / Mencibir:p or :-pPout
WootO.oWoot
Dork-_-Dork
Duhh:/ or :\Duhh
Devil / Setan3:)Devil
Angel / Malaikat / Soul / JiwaO:)Angel
Kiss / Cium:-* or :*Kiss
Love<3Love
Pacman:vPacman
Featured Icons  
Robot:|]Robot
Shark / Hiu(^^^)Shark
Penguin / Pinguin<(")Penguin
Putnam / Weird Guy / Orang Aneh:putnam:Putnam

Jumat, 05 November 2010

KENDALA MEMBANGUN PETERNAKAN SAPI POTONG

Di dalam Program Kecukupan Daging 2010 yang dirancang Direktorat Jenderal Peternakan, peran produksi daging sapi dalam negeri harus memberikan kontribusi sebesar 90-95 persen. Saat ini diperkirakan kemampuan produksi daging dalam negeri baru mampu memberikan kontribusi sekitar 70-75 persen terhadap kebutuhan nasional. Dalam perjalanannya, nasib program ini sepertinya akan sama dengan Program Swasembada Daging on Trend (2000-2005)
Tanda-tanda ke arah hal tersebut mulai tampak manakala program ini disosialisasikan. Secara hitung-hitungan di atas kertas, program ini sangat mungkin dilaksanakan Misalnya, untuk memenuhi target tersebut, skenario pemenuhan jumlah kebutuhan daging dengan berbagai asumsinya tampak pada Tabel 1. Menurut Ditjen Peternakan, jika dihitung secara keseluruhan, kebutuhan investasi tidak kurang dari Rp 20 triliun, dengan bagi peran, yaitu pemerintah 5-10 persen, masyarakat 60-70 persen, dan perusahaan swasta sisanya, sekitar Rp 5-7 triliun.
Melihat angka- angka tersebut, apakah Departemen Keuangan, perbankan, dan lembaga keuangan lainnya telah siap untuk mendukung? Dan dengan waktu yang hanya tinggal 3,5 tahun, rasanya program tersebut hampir bisa dikatakan tidak akan mungkin tercapai. Pasalnya, berbagai kendala lapangan yang justru diciptakan pemerintah sendiri menyebabkan program ini akan sulit direalisasi, seperti dijelaskan sebagai berikut: Impor bibit Kebutuhan akan bibit sebanyak 1 juta ekor yang harus disediakan dari impor hampir mustahil dapat dilaksanakan pada tahun ini dan tahun depan. Sebab, jumlah tersebut sangat sulit didapatkan di Australia. Sebagaimana diketahui bahwa Australia setiap tahun hanya mampu mengekspor ternaknya sekitar 1 juta ekor sapi bakalan. Jumlah tersebut tidak hanya di pasarkan ke Indonesia, tetapi juga ke seluruh dunia. Kalaupun ada, importir mana yang telah siap dan mau untuk melaksanakannya dengan dana yang cukup? Dan, dengan sistem seperti apa yang harus mereka lakukan? Seperti diketahui pula bahwa bisnis pembibitan memerlukan suku bunga di bawah 5 persen. Selama ini kontribusi peternakan rakyat mampu menopang kegiatan tersebut tanpa sentuhan modal pemerintah dan perhitungan ekonomi (traditional farming system). Jika dilakukan secara komersial, tentunya menuntut perhitungan ekonomi dan insentif bagi para pengusaha swasta. Selama ini program introduksi permodalan bagi usaha pembibitan melalui perbankan boleh jadi belum mampu memberikan suku bunga maksimal 5 persen. Kebijakan zona Indonesia sampai hari ini masih mengacu kepada kebijakan free region, bukan free zone. Artinya, Indonesia hanya membolehkan masuknya hewan atau bahan asal hewan dari negara-negara yang bebas terhadap penyakit yang ada pada daftar A, Organisasi Kesehatan Hewan Dunia (OIE), seperti penyakit mulut dan kuku (PMK), penyakit sapi gila (BSE), dan sebagainya.
Kebijakan ini sebenarnya masih sangat relevan dalam upaya melindungi peternak di dalam negeri terhadap kemungkinan tertularnya berbagai penyakit tersebut dan telah memberikan iklim kondusif. Berbagai pertimbangan "maksimum sekuriti" atau zero risk terhadap kemungkinan tertularnya berbagai penyakit sebagai akibat dianutnya kebijakan free zone telah banyak dilontarkan oleh berbagai kalangan, baik para ahli, organisasi profesi, maupun kelompok masyarakat. Sebab, dampak yang terjadi akan membuka peluang tertularnya penyakit mulut dan kuku maupun penyakit zoonosis lainnya
Dampak negatif tersebut tidak hanya terjadi pada subsektor peternakan, tetapi juga akan meluas ke sektor pertanian, bahkan industri pariwisata, seperti halnya pada kasus ekspor pucuk tebu dari beberapa negara di Asia ke Jepang beberapa waktu lalu. Menurut data USDA, dengan terjadinya outbreak BSE di USA saja, ekspor daging di negeri ini anjlok sampai 83 persen pada tahun 2004 sehingga mampu menggoncangkan bursa efek di New York. Adapun di Brasil (2004), outbreak PMK menyebabkan turunnya ekspor daging sampai 23 persen dengan kerugian sekitar 2,6 miliar dollar AS per tahun.
Di Inggris pada tahun 2001, kerugian yang diderita sekitar 3,1 miliar poundsterling atau sekitar Rp 52,7 triliun, dengan sekitar 4,2 juta ekor ternak (sapi, kambing, domba, babi dan rusa, serta ternak lainnya) yang dimusnahkan. Sebenarnya, menurut OIE, beberapa negara yang bebas penyakit dan masih berpeluang untuk berdagang dengan Indonesia tampak pada tabel di bawah ini. Adapun negara yang bebas PMK dengan vaksinasi adalah China Taipei, Paraguay, and Uruguay. Adapun negara-negara yang bebas berdasarkan free zone adalah Argentina (Patagonia). Akan tetapi, pada tahun 2006 terjadi outbreak di Botswana, Colombia (Northwest region of Choco), Malaysia (Sabah and Sarawak), Namibia, Peru, Filipina (Mindanao, Visayas, Palawan and Masbate), dan Afrika Selatan. Berdasarkan data tersebut, jika saja pemerintah tetap membuka kebijakan free region, sepertinya program pengembangan ternak sapi potong akan dibuat tidak kondusif oleh pemerintah sendiri.
Meningkatkan produksi pada dasarnya dapat dilakukan dengan introduksi teknologi, khususnya bagi peningkatan produksi daging sapi yang dilakukan oleh negara-negara pengimpor sapi dengan menggunakan growth promotor hormone. Hormon pemacu pertumbuhan ini telah digunakan di negera lain sehingga kenaikan berat badan sapi mampu mencapai 1,5 kg/ekor/hari. Adapun para peternak di negeri ini baru mampu mencapai 1 kg/ekor/hari karena mereka dilarang menggunakannya oleh pemerintah.
Di satu sisi diharuskan meningkatkan produksi, di sisi lain pemerintah melarangnya. Adapun daging yang diimpor merupakan hasil penggunaan hormon diperbolehkan masuk. Kebijakan seperti ini yang cukup membingungkan. Kebijakan pemda Kendala lapangan lainnya menunjukkan pula beberapa kasus yang menjadi faktor signifikan dalam pengembangan peternakan sapi potong di tingkat kabupaten/kota. Terhapusnya Dinas Peternakan menjadi dinas di bawah dinas teknis lain, misalnya Dinas Pertanian atau lainnya, telah melemahkan semangat juang untuk meningkatkan kinerja SDM peternakan dalam membangun peternakan sapi potong.
Belum lagi lemahnya kesadaran pimpinan daerah (bupati) terhadap pembangunan peternakan. Banyak kebijakan nasional yang diterapkan secara kaku tanpa melihat kondisi daerahnya. Misalnya, kasus pengembangan peternakan sapi potong/perah di Jabar. Ditutupnya investasi peternakan yang tengah berjalan telah menimbulkan keengganan pengusaha melakukan investasi di daerah itu-bukan diberikan kemudahan untuk melakukan investasi guna meningkatkan daya beli masyarakat dan produktivitas usaha. Analisis regoverning market dapat digunakan sebagai jalan keluar terbaik dalam rangka menyusun program kebijakan publik yang andal, yaitu suatu metode yang dapat dianut di mana kebijakan publik harus dibuat berdasarkan alur bottom up planning, dengan melibatkan para pelaku bisnis daging. Maka, tidak lagi ada kebijakan yang hanya menjadi retorika.

PROBLEM KAWIN BERULANG PADA SAPI

Usaha peternakan di Indonesia sampai saat ini masih menghadapi banyak kendala, yang mengakibatkan produktivitas ternak masih rendah. Salah satu kendala tersebut adalah masih banyak kasus gangguan reproduksi menuju kepada adanya kemajiran ternak betina. Hal ini ditandai dengan rendahnya angka kelahiran pada ternak tersebut (Hardjopranjoto, 1995).

Angka kelahiran dan pertambahan populasi ternak adalah masalah reproduksi atau perkembangbiakan ternak. Penurunan angka kelahiran dan penurunan populasi ternak terutama dipengaruhi oleh efisiensi reproduksi atau kesuburan yang rendah dan kematian prenatal (Toelihere, 1981).
Lama satu siklus birahi merupakan proporsi lama kebuntingan yang penting dan bila satu siklus hilang karena ketidakberhasilan pembuahan ini merupakan kerugian ekonomi pada sistem produksi yang intensif dan hilangnya siklus kedua karena kegagalan dalam mendeteksi dan menginseminasi kembali hewan yang tidak bunting juga dapat merugikan dalam segi ekonomi (Hunter, 1981).
Secara ideal hanya sapi-sapi betina dan pejantan yang normal, sehat dan sangat fertil yang harus dikawinkan, akan tetapi sapi betina maupun sapi jantan mempunyai kesuburan yang berbeda-beda. Apabila sapi betina kurang subur maka kesuburan pejantan menjadi sangat penting (Toelihere, 1981).
Kawin Berulang (Repeat Breeding)
Sebagaimana umumnya pada mamalia, aktivitas reproduki pada ternak besar mulai beberapa saat sebelum pertumbuhan selesai dan terjadi lebih dini pada hewan yang baik kondisi nutrisinya. Sapi dara menunjukkan perilaku birahi pada umur 8-18 bulan (lebih umum 9-13 bulan) dan lama siklus birahi 20-21 hari (Hunter, 1981).
Sapi kawin berulang (repeat breeding) adalah sapi betina yang mempunyai siklus dan periode birahi yang normal yang sudah dikawinkan 2 kali atau lebih dengan pejantan fertil atau diinseminasi dengan semen pejantan fertil tetapi tetap belum bunting (Toelihere, 1981).
Kawin berulang bisa menjadi faktor utama ketidaksuburan. Kawin berulang dapat terjadi apabila sapi betina yang belum bunting setelah tiga kali atau lebih kawin. Dalam kelompok hewan fertil yang normal, dimana kecepatan pembuahan biasanya 50-55%, kira-kira 9-12% sapi betina menjadi sapi yang kawin berulang (Brunner, 1984).

Menurut Zemjanis (1980) secara umum kawin berulang disebabkan oleh 2 faktor utama yaitu :
1. Kegagalan pembuahan/fertilisasi
2. Kematian embrio dini
Pada kelompok lain, bangsa ternak yang bereproduksi normal, kegagalan pembuahan dan kematian embrio dini dapat mencapai 30-40%. Kematian embrio dini pada induk yang normal terjadi karena pada dasarnya embrio sampai umur 40 hari, kondisinya labil, mudah terpengaruh oleh lingkungan yang tidak baik atau kekurangan pakan (Hardjopranjoto, 1995).
3. Kegagalan Pembuahan/fertilisasi


Faktor kegagalan pembuahan merupakan faktor utama penyebab kawin berulang sapi, termasuk dalam faktor ini adalah :
1. Kelainan Anatomi Saluran Reproduksi
Menurut Hardjopranjoto (1995), kelainan anatomi dapat bersifat genetik dan non genetik. Kelainan anatomi saluran reproduksi ini ada yang mudah diketahui secara klinis dan ada yang sulit diketahui, yaitu seperti :
Tersumbatnya tuba falopii
Adanya adhesi antara ovarium dengan bursa ovarium
Lingkungan dalam uterus yang kurang baik
Fungsi yang menurun dari saluran reproduksi.
Meskipun kegagalan pembuahan terjadi pada hewan betina namun faktor penyebab juga terjadi pada hewan jantan atau dapat disebabkan karena faktor manajemen yang kurang baik (Zemjanis, 1980).
2. Kelainan Ovulasi
Kelainan ovulasi dapat menyebabkan kegagalan pembuahan sehingga akan menghasilkan sel telur yang belum cukup dewasa sehingga tidak mampu dibuahi oleh sperma dan menghasilkan embrio yang tidak sempurna (Hardjopranjoto, 1995). Kelainan ovulasi dapat disebabkan oleh :
Kegagalan ovulasi karena adanya gangguan hormon dimana karena kekurangan atau kegagalan pelepasan LH (Toelihere, 1981). Kegagalan ovulasi dapat disebabkan oleh endokrin yang tidak berfungsi sehingga mengakibatkan perkembangan kista folikuler (Zemjanis, 1980).
Ovulasi yang tertunda (delayed ovulation). Normalnya ovulasi terjadi 12 jam setelah estrus. Ovulasi tidak sempurna biasanya berhubungan dengan musim dan nutrisi yang jelek (Arthur, 1975).
Ovulasi ganda adalah ovulasi dengan dua atau lebih sel telur. Pada hewan monopara seperti sapi, kerbau, kasusnya mencapai 13,19% . (Hardjopranjoto, 1995).
3. Sel Telur Yang Abnormal
Beberapa tipe morfologi dan abnormalitas fungsi telah teramati dalam sel telur yang tidak subur seperti; sel telur raksasa, sel telur berbentuk lonjong (oval), sel telur berbentuk seperti kacang dan zona pellucida yang ruptur (Hafez, 1993). Kesuburan yang menurun pada induk-induk sapi tua mungkin berhubungan dengan kelainan ovum, ovum yang sudah lama diovulasikan menyebabkan kegagalan fertilisasi (Toelihere, 1981).
4. Sperma Yang Abnormal
Sperma yang mempunyai bentuk abnormal menyebabkan kehilangan kemampuan untuk membuahi sel telur di dalam tuba falopii. Kasus kegagalan proses pembuahan karena sperma yang bentuknya abnormal mencapai 24-39% pada sapi induk yang menderita kawin berulang dan 12-13% pada sapi dara yang menderita kawin berulang (Hardjopranjoto, 1995).
5. Kesalahan Pengelolaan Reproduksi


Kesalahan pengelolaan reproduksi dapat berupa :
1. Kurang telitinya dalam deteksi birahi sehingga terjadi kesalahan waktu untuk diadakan inseminasi buatan (Toelihere, 1981). Deteksi birahi yang tidak tepat menjadi penyebab utama kawin berulang, karena itu program deteksi birahi harus selalu dievaluasi secara menyeluruh. Saat deteksi birahi salah, birahi yang terjadi akan kecil kemungkinan terobservasi dan lebih banyak sapi betina diinseminasi berdasarkan tanda bukan birahi, hal ini menyebabkan timing inseminasi tidak akurat sehingga akan engalami kegagalan pembuahan (Brunner, 1984).
2. Penyebab kawin berulang meliputi kualitas sperma yang tidak baik dan teknik inseminasi yang tidak tepat (Brunner, 1984).
3. Sapi betina yang mengalami metritis, endometritis, cervitis dan vaginitis dapat menjadi penyebab kawin berulang pada sapi (Brunner, 1984).
4. Manajemen pakan dan sanitasi kandang yang tidak baik (Toelihere, 1981).
5. Kesalahan dalam memperlakukan sperma, khususnya perlakuan pada semen beku yang kurang benar, pengenceran yang kurang tepat, proses pembekuan sperma, penyimpanan dan thawing yang kurang baik (Toelihere, 1981).
6. Faktor manajemen lain seperti pemelihara atau pemilik ternak hendaknya ahli dalam bidang kesehatan reproduksi (Toelihere, 1981).

II. Kematian Embrio Dini
Kematian embrio menunjukkan kematian dari ovum dan embrio yang fertil sampai akhir dari implantasi (Hafez, 1993). Faktor yang mendorong kematian embrio dini adalah :
1. Faktor Genetik
Kematian embrio dini pada sapi betina sering terjadi karena perkawinan inbreeding atau perkawinan sebapak atau seibu, sehingga sifat jelek yang dimiliki induk jantan maupun betina akan lebih sering muncul pada turunannya (Hardjopranjoto, 1995).
2. Faktor Laktasi
Terjadinya kematian embrio dini dapat dihubungkan dengan kurang efektifnya mekanisme pertahanan dari uterus, stres selama laktasi dan regenerasi endometrium yang belum sempurna (Hafez, 1993).
3. Faktor Infeksi
Apabila terjadi kebuntingan pada induk yang menderita penyakit kelamin dapat diikuti dengan kematian embrio dini atau abortus yang menyebabkan infertilitas (Hardjopranjoto, 1995).
4. Faktor Kekebalan
Jika mekanisme imunosupresi tidak berjalan dengan baik, maka antibodi yang terbentuk akan mengganggu perkembangan embrio di dalam uterus (Hafez, 1993).
5. Faktor Lingkungan
Kematian embrio dini meningkat pada hewan induk dimana suhu tubuhnya meningkat (Hafez, 1993).
6. Faktor Ketidakseimbangan Hormon
Ketidakseimbangan hormon estrogen dan progesteron dapat menyebabkan terjadinya kematian embrio dini (Hafez, 1993).
7. Faktor Pakan
Kekurangan pakan mempunyai pengaruh terhadap proses ovulasi, pembuahan dan perkembangan embrio dalam uterus (Toelihere, 1981).

7. Umur Induk
Kematian embrio dini banyak terjadi pada hewan yang telah berumur tua, hal ini dapat disebabkan pada hewan tua sudah mengalami banyak kemunduran dalam fungsi endokrinnya (Hardjopranjoto, 1995).
8. Jumlah Embrio atau Fetus Dalam Uterus
Karena placenta berkembang dimana berisi beberapa embrio didalam ruang uterus maka suplai darah vaskuler akan menurun sehingga dapat menyebabkan kematian embrio (Hafez, 1993).

Diagnosa
Diagnosa pada hewan betina yang menderita kawin berulang dapat dilakukan dengan cara : pemeriksaan klinis pada alat kelamin betina (pemeriksaan eksplorasi rektal, dengan alat endoskop, palpasi servik dan vagina), pemeriksaan pada biopsi cairan uterus dan vagina, pemeriksaan hormon, pemeriksaan sitologi dan laparotomi (Hardjopranjoto, 1995).

Terapi
Terapi pada sapi yang menderita kawin berulang bertujuan untuk meningkatkan angka kebuntingan. Induk yang menderita penyakit karena adanya kuman pada saluran alat kelamin maka dilakukan pengobatan dengan memberikan larutan antibiotika yang sesuai dan diistirahatkan sampai sembuh, baru dilakukan perkawinan dengan inseminasi buatan. Bila karena indikasi ketidakseimbangan hormon reproduksi dapat ditingkatkan dengan pemberian GnRH dengan dosis 100-250 mikrogram pada saat inseminasi (Hardjopranjoto, 1995). Bila ovulasi tertunda dapat diterapi dengan LH (500 U) (Arthur, 1975). Peningkatan kualitas pakan dan manajemen peternakan, serta pengelolaan reproduksi yang baik (Toelihere, 1981).

Inovasi Teknologi Ternak Kerbau Untuk Kecukupan Daging 2014


Perkembangan ternak kerbau di Indonesia relatif rendah dibandingkan dengan perkembangan ternak yang lainnya. Faktor – faktor yang menghambat perkembangan ternak kerbau di indonesia adalah pemeliharaan yang masih bersifat eksentif, usaha sambilan, tingkat pertumbuhan yang lambat dan efesiensi produksinya yang rendah. Untuk itu, peningkatan mutu ternak kerbau harus lebih di tingkatkan.
Peranan utama kerbau di Indonesia adalah sebagai pembajak sawah dan sebagai simpanan peteni jika pada suatu saat ada keperluan mendadak. Tetapi di daerah Tanah Toraja Sulawesi selatan, kerbau digunakan pada upacara kematian ( rambu solo). Semakin banyak kerbau yang dipotong untuk upacara tersebut maka tingkat sosial kelurga tersebut lebih tinggi.
Manajemen mutu dan peningkatan populasi kerbau merupakan jawaban mengapa ternak kerbau di Indonesia lebih kecil. Memanajemen mutu dapat meningkatkan kualitas kerbau. Semakin bagus mutu kerbau, maka permintaan daging kerbau akan lebih tinggi. Sementara itu peningkatan populasi kerbau yang masih rendah dapat memicu pertumbuhan ternak kerbau. Peningkatan populasi kerbau dapat dilakukan dengan pemberian bantuan ke daerah – daerah yang sebetulnya dapat meningkatkan populasi kerbau. Daerah – daerah yang mempunyai persediaan ruput banyak bisa dijadikan sasaran peningkatan populasi.
Produk olahan daging kerbau masih kurang diminati pasaran. Rendahya minat tersebut karena produk olahan daging kerbau masih monotone. Rumah makan dan restauran lebih memilih daging sapi daripada daging kerbau untuk menjadikan olahan makanan. Rendahnya minat konsumen terhadap permintaan daging kerbau juga berpengaruh dalam pemasaran produk olahan daging kerbau. Mahalnya daging kerbau merupakan faktor utama tidak tertariknya konsumen. Daging yang keras / alot juga mempengaruhi permintaan. Konsumen lebih memilih daging sapi dan daging unggas sebagai kebutuhan protein hewani mereka.
Ternak kerbau mempunyai kesanggupan memanfaatkan rumput yang kualitas lebih rendah. Protein hewani kerbau juga tidak kalah dengan sapi. Daging kerbau mempunyai kandungan protein 20 – 30 %, sedangkan daging sapi mempunyai kandungan protein 19 – 20 %. Kerbau juga salah satu alternatif yang di andalkan untuk memenuhi permintaan daging yang semakin meningkat. Oleh karena itu, berternak kerbau merupakan bisnis yang sangat menjanjikan. Penyuluhan – penyuluhan mengenai ternak kerbau perlu di optimalkan. Penyuluhan tersebut bertujuan supaya masyarakat mengerti tentang bisnis ternak kerbau sangat menjanjikan. Kelompok ternak kerbau yang sangat jarang ada di Indonesia dapat dijadikan sasaran tempat penyuluhan. Perekrutan anggota baru pada kelompok – kelompok ternak, pemberian bantuan, penyuluhan, dan banyaknya tenaga ahli yang turun kelapangan, serta tim kesehatan hewan yang profesional dapat menumbuhkan semangat para peternak
http://ahmadshantosi.wordpress.com/2010/03/09/perkembangan-ternak-kerbau
            Jika memang ingin mewujudkan swasembada daging, tentunya pemerintah seharusnya terus intensif meningkatkan populasi ternak di kalangan peternak. Perlu mensinkronkan antara kebijakan yang bersifat teknis dan non-teknis. Perlu dilakukan terobosan-terobosan konkrit dan dukungan fasilitas yang menggairahkan usaha peternakan nasional.
Dukungan fasilitas yang harus ada di antaranya pendirian Pusat Kesehatan Hewan (Puskeswan) hingga tingkat kecamatan, pembentukan, dan pengaktifan kembali kelompok- kelompok tani ternak sebagai wadah komunikasi antarpeternak serta tenaga penyuluh yang memadai di daerah-daerah untuk membantu mengarahkan para peternak dalam usaha budidaya peternakan. Hal ini dikarenakan peternakan di daerah masih banyak yang sulit mengakses informasi.
Di samping itu, pemerintah juga harus mampu menyediakan bibit unggul yang terjangkau melalui Inseminasi Buatan (IB), transfer embrio (TE), dan penanganan kesehatan reproduksi. Menurut Direktur Budidaya Ternak Ruminansia dari Dirjen Deptan (2008), di Indonesia tingkat kelahiran ternak sapi induk relatif masih sangat kecil, sekitar 15,8 persen dari 3,1 juta ekor sapi induk yang ada.
Hal lain yang cenderung menjadi kendala utama antara lain faktor permodalan. Pemberian kredit modal tanpa bunga bagi peternak cukup membantu. Perlu diingat, bahwa tidak tumbuhnya usaha budi daya peternakan selain disebabkan lambatnya perputaran modal dan biaya oprasional yang besar juga oleh bunga bank yang terlalu besar. Apabila upayaupaya yang efektif dan efisien tidak dilakukan, selamanya kita akan impor.
Hal lain yang perlu diingat bahwa swasembada daging tidak hanya terkait dengan ternak sapi. Esensinya, ke depan upaya peningkatan populasi dan produksi daging nasional juga menyangkut berbagai jenis ternak lain di antaranya kerbau, kambing, domba, unggas dan kelinci. Semua jenis ternak ini juga bagian dari sub sektor peternakan yang harus dibudidayakan dan dikembangkan secara intensif.
Untuk pijakan keberhasilan program swasembada daging 2010 perlu dibentuk tim independen dalam melakukan monitoring dan evaluasi secara berkala dalam upaya mencapai keberhasilan program keberlanjutan. Program swasembada daging baik sapi maupun ternak lainnya harus didukung dengan program perbibitan dan pengendalian penyakit yang dilakukan secara konsisten. Transfer embrio (TE) atau alih janin sebagai generasi kedua bioteknologi reproduksi yang mampu meningkatkan populasi dan mutu genetik ternak secara cepat dan efisien harus terus diintensifkan seperti halnya inseminasi buatan (IB).
Tanggung jawab bersam Program kecukupan daging memang dicanangkan oleh pemerintah pada tahun 2005 lalu. Namun demikian, program ini seharusnya bukan hanya tanggung jawab salah satu pihak dalam hal ini pemerintah saja, tetapi sudah menyangkut kepentingan dan tanggung jawab bersama. Oleh karena itu, untuk mewujudkan program swasembada daging secara nasional diperlukan adanya tindakan serius bersama antara pemerintah pusat dan daerah baik lintas sub sektor maupun departemen, dan tentunya dukungan dari berbagai elemen seperti peternak, swasta, asosiasi, serta perguruan tinggi sebagai pihak independen, monitoring dan inovasi aplikasi teknologi tepat guna. Dengan dukungan semua pihak terkait diharapkan program kecukupan daging berikutnya bukan sekadar impian belaka tetapi benar-benar bisa dan mampu merealisasikannya.
Dedy Winarto SPt
Mhs S2 Beasiswa Unggulan Depdiknas,
Program Studi Magister Ilmu Ternak Undip
Admin by Dedy,S.Pt
@ Juni 2009
               
Inseminasi Buatan merupakan salah satu teknik reka yasa dibidang reproduksi, penerapan yang umum terutama pada hewan mammalia. Inseminasi buatan sendiri berarti teknik memasukkan semen ke dalam organ reproduksi betina dengan bantuan suatu alat yang dilakukan oleh manusia. Dahulu inseminasi buatan pertama kali diterapkan menggunakan semen cair, namun seiring dengan perkembangan ilmu dan teknologi maka berlanjut ke penggunaan semen beku, bahkan sampai saat ini dengan inseminasi buatan dapat menentukan jenis kelamin anak yang diinginkan yang kita kenal dengan istilah semen sexing meskipun  keberhasilan penentuan jenis kelamin  saat ini masih bervariasi.
Indikasi perubahan genetik sudah mulai kita rasakan. Apabila dahulu ternak-ternak murni lokal kita masih banyak populasinya dengan mutu genetis yang masih murni, maka permasalahan seputar gangguan reproduksi masih relatif sedikit sehingga pelaksanaan kawin IB keberhasilannya cukup baik. Berbeda dengan kenyataan saat sekarang ini dimana jumlah ternak lokal semakin menipis dan ternak persilangan semakin banyak. Hal ini diikuti dengan semakin banyaknya permasalahan gangguan reproduksi yang muncul, dari banyaknya kasus kawin berulang, kelainan organ reproduksi, kasus silent heat,
Jika hal ini terus dibiarkan maka terjadinya peningkatan nilai service per conception. Angka service per conception menggambarkan jumlah kawin suntik yang dibutuhkan untuk menghasilkan satu kali kebuntingan. Dengan peningkatan service per conception maka berarti memperbesar biaya pemeliharaan betina sehingga menjadi kurang efisien. Lebih jauh akibat yang dirasakan jumlah betina produktif akan semakin sedikit. Maka dengan teknik IB menggunakan semen beku sexing, kita dapat menentukan jenis kelamin anak keturunannya. Dengan arah pengembangan semen sexing jantan.
Urea Molases Multinutrient Block (UMMB)
Urea Molases Multinutrient Block (UMMB) dimaksudkan untuk pakan pelengkap terutama untuk ternak ruminansia, seperti sapi, kerbau, kambing, domba dan rusa.  Pemberian UMMB merupakan salah satu alternatif untuk memenuhi kekurangan kualitas pakan pada saat hijauan segar sebagai pakan pokok susah didapat, terutama di musim kemarau. Selain itu, UMMB merupakan salah satu upaya untuk memenuhi kekurangan nutrisi ternak yang tidak mencukupi jika hanya mengandalkan pakan hijauan. Oleh karena itu, pembuatan pakan tambahan harus memperhatikan kualitas dari komposisi bahan yang digunakan agar pakan tambahan yang dihasilkan nantinya betul-betul dapat bermanfaat untuk meningkatkan produktifitas ternak.
Pakan basah dan konsentrat yang disimpan terlalu lama dan sudah basi  telah kehilangan atau kekurangan kandungan nutrisinya, sehingga dapat mengakibatkan intoksikasi disamping dapat menyebabkan timbulnya suatu  penyakit. Penggunaan UMMB dirasa oleh peternak sangat tepat, karena disamping mudah dalam pembuatan-nya, penyimpanannya pun bisa relatif lebih lama.
Cara pembuatan  (UMMB) dengan total komposisi 500 Gram dengan bahan-bahan sbb :
a.  Mollases/Tetes  Tebu
b.  Urea
c.  Bekatul
d.  Pollard
e.  Tepung daun
f.  Onggok
g.  Kulit Kopi
h. Tepung Kapur
i.  Garam
j.  Mineral Campu
Alat yang digunakan  :
     1. Timbangan, Plastik, Wadah tempat pencampuran
     2. Pencetak/ pipi paralon dan stik untuk memadatkan

Langkah kerja    :
1. Timbang bahan-bahan dengan komposisi sbb:
  a. Mollases/Tetes20%              =  100 Gr
  b. Urea 5%                              =     25 Gr
  c. Bekatul 20%                        = 100 Gr
  d. Pollard 15%                        =  75 Gr
  e. Tepung daun 8 %               =  40 Gr
  f. Onggok 20%                      = 100 Gr
  g. Kulit Kopi 2 %                   =     10 Gr
  h. Tepung Kapur 2%              = 10 Gr
  i. Garam 2%                          =  10 Gr
  j. Mineral Campur 3%             =  15 Gr
  k. Penambahan 30 %             = 150 Gr
Total Komposisi 100%             = 500 Gr

2. Semua bahan dicampur dan diaduk homogen
3. Bahan di panaskan selama ±10 menit dengan panas ± 100 C
4. Cetak dengan pencetak dan padatkan
5. Lakukan Pengemasan
6. Setelah mengeras, siap di berikan pada ternak.

Manfaat UMMB :
Bagi ternak ruminansia, pemberian UMMB dapat memberikan beberapa manfaat diantaranya       
  1. perbaikan kinerja reproduksi,     
  2.  memperbaiki nilai gizi ternak,      
  3. mengurangi defisiensi unsur mikro baik mineral, vitamin, asam amino maupun protein by      pass, 
  4.  meningkatkan efisiensi pencernaan pakan dalam lambung ternak ruminansia, dan
  5.  meningkatkan produksi.

manfaatnya pemberian UMMB Bagi peternak:
  (a) Perbaikan pendapatan peternak, 
  (b) Menumbuhkan swadaya masyarakat dalam usaha peternakan (pengadaan pakan pokok dan 
        suplemen),
  (c) Meningkatkan kemampuan inovasi peternak dalam mengembangkan peralatan   pembuatan 
       pakan suplemen, dan
 (d) Mendorong berkembangnya kegiatan usaha baru dalam memproduksi UMMB.

Perubahan Susunan Ransum  :
Perubahan susunan ransum harus dilakukan secara bertahap dalam kurun waktu tertentu yakni antara empat sampai tujuh hari. Perlakuan ini bertujuan agar ternak secara fisiologis dapat menyesuaikan diri dengan sedikit perubahan tambahan pakan yang terjadi. Perubahan yang mendadak dapat menimbulkan stress pada ternak, kembung perut atau BLOAT yang bisa berakibat fatal pada ternak tersebut. Pemberian UMMB dilakukan sedikit demi sedikit sampai ternak betul-betul merasa menyukainya. Dampak positif dari pemberian makanan suplemen pada ternak ruminansia akan meningkatkan kesehatan bagi ternak dan tentu saja menambah penghasilan bagi pemiliknya. (Disarikan dari berbagai sumber oleh Susanto, uploader @sari)

SUMBER : http://kalsel.litbang.deptan.go.id
Pemanfaatan Inovasi Teknologi
Inovasi teknologi yang dimanfaatkan dalam pencapaian swasembada daging adalah teknologi yang terkait dengan pengelolaan pakan, budi daya ternak termasuk aspek veteriner, serta didukung dengan penkembangan sistem kelembagaan. Teknologi dan manajemen dalam penggunaan sumber pakan lokal meliputi peningkatan kualitas jerami melalui omoniasi dan fermentasi dengan menggunakan probiotik, penyimpanan pakan, pemberian pakan tambahan yang murah, serta cara pemberian pakan yang ekonomis.
Manajemen pemeliharaan kerbau yang system ekstensis dalam pencapaian swasembada daging memungkinkan peternak dapat memelihara kerbau 20-30 ekor secara mudah dan efisien sehingga tidak banyak menyita penggunaan tenaga.
Kunci utamanya adalah:
1.       kandang tidak perlu dibersihkan setiap hari, tetapi dalam selang 3-4 minggu sekali;
2.       peternak tidak perlu membuang waktu untuk mencari rumput karena memiliki stok pakan yang berasal dari limbah tanaman
3.       perawatan ternak secara keseluruhan lebih mudah.

Pemeliharaan ternak secara dikandangkan memungkinkan aplikasi teknologi lain termasuk bioteknologi. Untuk menetapkan teknologi yang akan dipilih untuk dikembangkan, perlu diingat bahwa teknologi tersebut harus memenuhi syarat yaitu mempertimbangkan aspek keberlanjutan (sustainable), ramah lingkungan (environmentally tolerable), secara sosial diterima masyarakat (socially acceptable), secara ekonomi layak (economically feasible), dan secara politis diterima (politically desirable). Dengan demikian, dari sederetan bioteknologi yang sudah tersedia, saat ini mungkin hanya beberapa teknologi yang layak diterapkan untuk usaha.
Apabila pemeliharaan kerbau ditujukan untuk peningkatan mutu genetik maka teknologi yang direkomendasikan adalah yang sederhana dan mudah. identifikasi merupakan prasyarat untuk menilai keberhasilan pelaksanaan program, yang selanjutnya diikuti dengan pencatatan. Dalam memilih pejantan yang akan digunakan dalam program persilangan, beberapa parameter dan ukuran linier yang dapat dipertimbangkan adalah:
1.       kecepatan pertambahan bobot badan yang harus di atas rata-rata;
 2.    lingkar skrotum minimal mendekati rata-rata (Diwyanto 1992b);
 3.    ukuran pelvis di atas ukuran   ratarata (Diwyanto 1992a);
    4.   serta bobot sapihan terkoreksi dan bobot yearling di atas rata-rata.